Membiasakan yang Baik

May 20, 2022 § Leave a comment

Pada mulanya saya mengira entri ma’ruf & munkar itu bermakna kebaikan & keburukan saja. Betul, itu salah satu maknanya, seperti dalam tagline: amar ma’ruf nahi munkar: mengajak kepada kebaikan & mencegah dari kemungkaran.

Namun jika dilihat dari asal bahasanya, ma’ruf & munkar bukan saja berarti baik & buruk. Ma’ruf dalam bahasa Arab diambil dari kata (عرف) yang berarti mengenal. Tahu taaruf (تعارف)? Saling mengenal? Nah, itu berasal dari kata yg sama. Dalam kaidah bhs Arab, ada istilah ma’rifah (معرفة) yg berarti identified. Sudah diketahui.

Sebaliknya, munkar (منكر) berasal dari (نكر). Jika kamu pernah belajar bhs Arab, tentu tahu dg istilah nakirah (نكرة), lawan kata dari ma’rifah. Kata nakirah berasal dari akar yg sama dg munkar. Artinya: unidentified. Tidak dikenal.

Maka, ma’ruf, literally means: hal yg sudah dikenal, tidak asing dan sudah terbiasa. Sebaliknya, munkar adalah alien, stranger things, hal yg kita tak terbiasa.

Lantas kenapa kemudian dia bermakna baik dan buruk?

Itu kosakata yg dipilih Al Quran. Dan Al Quran selalu memberikan pesan luar biasa dari setiap kata yg dipilih, lalu dicantumkan, dilantunkan oleh Rasul dan sampai hari ini kita membaca kalimat yg exactly sama sebagaimana dia diwahyukan di awal, 1400 tahun silam. Maka setiap katanya layak diteliti.

Perihal baik/buruk dimulai dari pembiasaan. Begitu diantara pesan yg bisa saya tangkap dari pilihan dua kata ini. Dalam parenting, jika kita para ortu hendak mengajarkan kebaikan kepada anak, harus dimulai dg membiasakan kebaikan itu di rumah sampai anak2 benar2 mengenalnya. Makanya dia tidak cukup sekali saja.

Semua pendidikan di sekolah tidak akan ada gunanya, jika di rumah, anak melihat kedua ortunya melakukan hal yg sebaliknya.

Pembiasaan itu juga menjadi awal mula hadirnya kebaikan atau sebaliknya.

Kebaikan memang perlu dimulai saja. Perlu terus dibincangkan. Disebar. Didiskusikan. Dikaji. Diamalkan. Disyiarkan. Diviralkan. Semua tentang membiasakan yg ma’ruf.

Dizaman dimana segala macam hal bisa viral tanpa filter; kita perlu memilih kebaikan saja.

Karena
“Sungguh, dia yang menunjukkan kepada kebaikan; persis sama dg pelaku kebaikan tersebut.” ~Rasulullah.

Advertisement

Jahiliyah bukan Sekedar Bodoh

April 27, 2022 § Leave a comment

Jaman kuliah, dosen Sirah bertanya kepada kami tentang makna jahiliyah. Jahil. Tanpa aba-aba, kami semua menjawab: bodoh.

Beliau bertanya lagi, “Apa ciri2 orang bodoh itu?” Dan kami berikan semua jawaban terasosiasi dg kata bodoh, mulai dari bentuk fisik, kebiasaan hingga cara berpikir.

Kemudian sang dosen memaparkan beberapa tokoh di jahiliyah yang membuat kami harus revisi ulang jawaban tadi.

Jika memang bodoh, harusnya Rasul tak perlu banyak effort mendakwahkan mereka. Mereka tidak sekedar bodoh dalam definisi kita.

Sebab di antara tokoh2 jahiliyah itu ada para pemimpin Arab. Ada mahaguru bisnis yang sudah punya multinasional company. Ada ahli strategi perang yang jika baku hantam, pedangnya pun bisa patah berkali2. Ada pemburu handal. Ada diplomat ulung. Ada pakar bahasa yg jika mereka bicara cinta, you will melt. Ada para kepala suku yang kharismatik & tdk planga-plongo, dan lainnya.

Memang sih, tidak ada ‘cloud engineer’, namun yg jelas, banyak orang ‘tidak bodoh’ pada masa itu.

Lantas, kenapa mereka disebut jahiliyah?
Mereka jahiliyah, bukan sekedar bodoh sebagaimana yang biasa kita pikirkan.
Mereka dinamakan demikian karena satu hal: syirik.

وَلَا تَدْعُ مِنْ دُونِ اللَّهِ مَا لَا يَنْفَعُكَ وَلَا يَضُرُّكَ فَإِنْ فَعَلْتَ فَإِنَّكَ إِذًا مِنَ الظَّالِمِينَ (يونس: ١٠٦)

“Dan janganlah engkau meminta kepada selain Allah, yang tidak memberi manfaat maupun mudharat. Jika engkau masih lakukan, sungguh engkau termasuk dari orang yang zhalim.” (Yunus: 106)

Allah identikkan syirik dg zhalim.
Pertanyaan berikutnya, apa itu zhalim? Kenapa syirik disebut zhalim?

Zhalim adalah lawan kata adil.
Jika adil berarti menempatkan sesuatu pada tempatnya. Maka org zhalim menempatkan sesuatu BUKAN pada tempatnya.

Kezhaliman apa yang lebih besar ketimbang orang yang menempatkan Tuhan yang layak disembah, BUKAN pada tempatnya?

Anda bisa saja salah tempatkan piring di rak buku. Atau shampoin anak pakai deterjen. Atau bikin kopi, alih2 dg gula, malah dikasi garam. Namun salah tempat untuk hal maha besar seagung: YANG DISEMBAH. Ini murni karena ketiadaan ilmu. Dan satu kata untuk ketiadaan ilmu adalah: jahil.

Jika Belum Maksimal di Awal

April 21, 2022 § Leave a comment

Ramadan ini waktu yang super singkat. Ditambah lagi dengan semua kebaikan yg Allah tumpah ruahkan di dalamnya, 30 hari ini hanya akan terasa sepekan. Dan hari ini, kita sudah habiskan 2/3 nya.

Bagaimana kabarmu sampai di sini? Terseok-seok? Jatuh bangun? Semangat up and down? Masih merasa belum maksimal? Bahkan ada yang merasa gagal?

Mungkin bagian dirimu ada yg mengatakan seperti itu. Tapi tenang. You are not alone.

Salah satu hal paling percious di Ramadan ini Allah simpankan di akhir. Dan itu dengan hikmah yang luar biasa besar. Allah Maha Tahu. Mungkin di antara kita banyak yang tidak maksimal dari awal Ramadan. Namun hal itu bukan berarti menyerah.

Allah saves the best for the last; FOR A REASON. Dan salah satu kebaikannya adalah, di Ramadan ini, jangan beri ruang pesimis sedikitpun dalam hati.

Bacaan Quran belum sampai setengahnya, taraweh sudah mulai bolong, dan sudah mulai mencari hiburan hanya untuk killing time sampai berbuka; semua ini bukan alasan untuk mengatakan, “sepertinya Ramadan tahun ini bukan buat saya.”

Nope! This Ramadan is still FOR YOU. Ramadan ini masih momen kita.

Allah tumpahkan semua kebaikan di 10 terakhir, supaya 20 hari di awal bisa menjadi pelajaran untuk kita agar bisa melejit di 10 yang tersisa.

Kembali perbarui niat. Bersihkan hati lagi. Tanamkan tekad kuat sebagaimana kita menemu Ramadan di 20 hari lalu. Sebab ampunan Allah ada di SETIAP MALAM Ramadan. Dan malam terbaik dari semua malam yang ada juga Allah simpankan di akhir Ramadan ini.

Prepare yourselves! The night sighting war is about to begin!
Fight till the end.

And see ya in Iedul Fitri, with all sins, forgiven!

Orang Tua & Anak = Heavenly Circle

March 27, 2022 § Leave a comment

Beberapa pekan lalu adalah momen pertama bagi saya mengantarkan Faris, anak sulung saya, ke (calon) sekolahnya untuk ujian masuk.

Dan masih jelas dalam ingatan, kenangan mama mengantar saya sekolah di TK Islam Waladun Saleh, 30 tahun silam.

Beginilah hidup. Dulu saya diantar ke sekolah. Sekarang saya mengantar anak ke sekolah. Secepat ini. Kemudian kita semua akan menghadap-Nya. Terserah apapun cerita hidup kita. Kita semua akan pulang.

Melihat anak saya berjalan menuju kelas dibimbing oleh guru2nya, ada impian yang membuncah dalam hati. Ada doa yang naik ke langit untuk masa depannya.

Sepanjang perjalanan pulang, tertumpah banyak harapan untuk buah hati saya. Bersamaan dg itu sebagian diri saya menyampaikan hal lain: tidak fair.

Tidak adil jika saya ingin anak saya baik, sementara sbg ayah, saya tak melakukan perbaikan. Prinsip paling dasar ttg menjadi org tua adalah keteladanan.

Adalah sebuah kezaliman, seorang ayah menaruh banyak harapan kepada anaknya, namun tak diikuti perbaikan dari diri sang ayah itu sendiri.

Konsekuensi dari harapan kebaikan utk anak, sang ayah juga harus ikut menjadi baik. Dan inilah keberkahan paling dini dalam keluarga.

Keluarga dpt membentuk heavenly circle. Lingkaran surgawi. Putarannya adalah kebaikan bersambut kebaikan. Bagaimana kerjanya?

Sederhana.

Ayah ingin anaknya baik, maka sang ayah memperbaiki diri.
Ketika ayah menjadi baik, sang anak meniru dari semua yg dilakukan ayahnya. Sang anak ikut baik.
Kebaikan anak adalah motivasi sangat besar bagi org tua utk terus memperbaiki diri. Sang ayah pun semakin baik.
Dan begitu seterusnya.

Tidak cukup bagi kita, para orang tua, menyerahkan masa depan ini kepada anak saja. Excuse, “Saya sudah terlanjur begini, tapi jangan sampai anak saya begini”, tidak ada gunanya jika kita berhenti memperbaiki diri.

If you want your child to grow up as a good person,
you have to work hard to be a better man.

Semoga Allah perbaiki semua orang tua di negeri ini, dan dari didikan mereka, tumbuh anak2 yg menebarkan rahmat utk semesta.

Coklat tanpa Akad

February 13, 2022 § Leave a comment

Ketika kakak sulung saya masih kuliah, pernah diberi hadiah oleh teman cowoknya. Perhiasan emas. Kakak menerimanya.

Ketika kakak ceritakan itu kepada ayah, rahimahullah; ayah suruh pulangkan hadiah tsb. Ayah tahu sekali, there’s no free lunch. Aplg perhiasan dari seorang bujang kpd gadis. Sdh sangat byk social experiment menyebutkan bhw man-woman can’t be friend.

Memulangkan hadiahnya tentu dg cara menjaga perasaan. Maka, kakak saya kembalikan hadiah tsb dlm bentuk hadiah juga. Bukan perhiasan namun nilainya sama.

___
Ada hal yang menjadi renungan saya beberapa waktu terakhir. Tentang akad nikah. Knp dilakukan antara mempelai lk2 dg ayah prmpuan (wali). Knp bukan antara calon suami-istri itu sendiri?

Jwban pastinya adalah: begitu syariatnya. Itu jelas. Namun, kita perlu tahu bhw aturan syariat ini hadir dg hikmah.

Akad itu ttg komitmen. Tidak sembarang komitmen. Al Quran menyebut ikatan ini dg mitsaq ghalizh. Perjanjian yg berat. Maka si laki2 perlu persiapan yg matang utk hal tsb: ilmu, kedewasaan serta kemampuan. Hari ini kita menghinaknnya dg istilah “nembak” yg bahkan anak SD pun ikut melakukan.

Akad itu ttg responsibility. Itulah knpa dilakukan antara laki2 yg paling bertnggungjwb atas anak gadis dari sejak dia lahir: sang ayah; dengan calon mempelai pria. Akad seolah2 menjadi simbol perpindahan tgg jwb tersebut.

Akad itu ttg kepemimpinan. Maka jika selama pacaran, si laki2 adalah tukang ojeg, galon serta ngingetin makan, setelah menikah akan ada PR besar: mengubah mindset bhw tadinya si laki2 adalah budak (cinta), lalu setelah menikah ujug2 memimpin rumah tangga. Tidak gampang.

Akad itu ttg permulaan. Bukan sekedar “alhamdulillah akhirnya menikah”. Akad mengingatkn si laki2 bahwa bahtera ini harus dinahkodai hingga akhir. Bukan sekedar kumpul di dunia atau menua bersama, namun hingga kelak berkumpul di surga.

Akad itu jelas. Dia menuntut komitmen. Bukan sekedar having fun. Maka akad dilakukan antar gentlemen. Karena itu dia layak dirayakan. Diumumkan. Diwalimahkan.
Sedangkan coklat? Tadi sore sy ditawari coklat murmer: beli dua, gratis satu.

So, ladies, klo ada yg ngasi cokelat, balikin aja.
Cuz #chocolate without aqad, is an insult.

Be Better

January 1, 2022 § Leave a comment

Sepertinya setiap kita tidak diijinkan untuk berdiam diri di satu keadaan saja. Pilihannya adalah untuk menjadi lebih baik, atau malah sebaliknya. Manusia itu selalu berproses. Seperti taglinenya oneplus: never settle!

Sebab sekalinya kita settle di satu keadaan, hal yang berikutnya menyusul adalah: rasa bosan. Maka, tubuh ini perlu diberikan aktivitas terus.

Bertambah hari, maka konsekwensi plus kesempatan untuk mengerjakan hal yang baru atau lebih baik juga hadir. Ketika proses ini berhenti, hidup akan hambar. “Air yang tidak mengalir”, kata Imam Syafii, “cenderung memberikan mudharat ketimbang manfaat.”

It’s okay if your life was messed up yesterday. There’s always a new day to begin with.

If the virus finds its way to be the better version of itself, why can’t you?

Romantis di Pacaran dan Pernikahan, Beda ya?

November 28, 2021 § Leave a comment

Ada banyak pelajaran mahal dari sharing para ayah shalih di perkemahan semalam. Satu diantaranya adalah: bahwa untuk terus membangun cinta di rumah, kita “hanya” perlu lakukan hal-hal sederhana. Sesederhana mencari waktu berbincang dg pasangan, rasa sayang yg diungkapkan, atau sentuhan yg tulus. Simple but significant.

Saya merasa hal tsb adalah hal sangat biasa bagi anak2 yg berpacaran. Jujur saja, kadang, kita yg sudah menikah ini kalah romantis dg bocil yg pacaran. Kenapa demikian?

Analisa dangkal saya begini.

Saat pacaran; pujian, ungkapan sayang, dst nya akan sangat mudah. Dan malah sangat indah. Wajar. Karena di masa itu, kerjaan setan adalah: menyatukan hubungan yg tidak sah. Membuatnya terlihat indah. Lain halnya setelah pernikahan, setan akan ganti jobdes. Dari sebelumnya menyatukan, menjadi memisahkan. Tadinya membuat indah, selanjutnya dibuat sangat membosankan.

Usia pacaran ada di puncak full energy. Senyawa dopamin, endorfin, serotonin, atau oksitosin lagi banyak2nya. Dan jatuh cinta lagi dahsyat-dahsyatnya. Namun setelah pernikahan, usia bertambah, energi berkurang dan senyawa kimia yg dihasilkan otakpun menurun. Jika romantisme sudah terbiasa di usia puncak, boleh jadi di usia setelahnya menjadi sangat hambar.

Saat pacaran, dua sejoli bertemu dalam persona terbaik masing2. Setelah menikah, tentu beda lagi. Akan ada momen di mana suami masuk rumah dengan badan aroma asap knalpot, dan sang istri yang menyambut dg daster lusuh bau bawang. Sutradara filem Koreapun akan kesulitan membuat romantis scene serupa itu.

Namun, inilah poinnya. Banyak hal yang saat pacaran dilarang, menjadi dosa; namun setelah pernikahan menjadi pahala. Semua yang ada di saat pacaran adalah semu. Namun setelah pernikahan itu adalah real. Romantisme saat pacaran mencandu. Di dalam pernikahan, belum tentu.

Namun, tugas kita para ayah adalah tetap membangunnya. Tujuannya adalah untuk mendapatkan ketenangan pada istri masing-masing. Sebab, setelah ketenangan (sakinah) itu didapat, Allah yang akan menciptakan rasa cinta level tinggi (mawaddah), dan rasa sayang tak berbatas (rahmah) untuk keluarga kita.

Demikian janji Allah dalam Ar-Rum:21.